Ilustrasi: halodoc.com |
MEDIA IPNU - Perempuan adalah makhluk yang perasa, sosok yang sensitif dari segi perasaan, mudah tersentuh hatinya, dan mudah memikirkan hal-hal kecil yang sebenarnya hanya ada dikepalanya saja. Pada kenyataanya, perempuan cenderung lebih menggunakan perasaanya dalam hal apapun. Waktu yang dibutuhkan seorang perempuan juga lebih banyak dalam menentukan sesuatu.
Ada banyak sekali pertentangan-pertentangan yang di alami oleh seorang perempuan di dalam hatinya. Gejolak di hatinya akan selalu dirasakan tatkala ia dihadapkan dalam suatu kondisi dimana ia harus menentukan atau memilih.
Tak jarang, dengan satu
pilihan saja seorang perempuan harus berperang oleh dirinya sendiri dan banyak
sekali kemungkinan-kemungkinan yang selalu berputar di kepalanya yang padahal
hal tersebut belum tentu terjadi. Mungkin itu yang dinamakan konflik batin.
Sama halnya dengan
seorang perempuan yang saya temui pada bulan lalu. Kita bisa menyebutnya
sebagai Kartini pada masa ini. Kartini adalah seorang gadis berusia 45 tahun.
Iya, ia merupakan seorang gadis lajang yang umurnya sudah hampir memasuki
setengah abad.
Mungkin bagi kita
seorang makhluk yang awam, ketika mendengar seorang perempuan di usianya yang hampir menginjak kepala
lima dan belum menikah itu, terdengar sangat memalukan dan sangat menyedihkan.
Bagaimana tidak, di saat
teman-teman seusinya sudah menikah, memiliki anak dan bahkan memiliki cucu, hal
itu yang tidak dimiliki oleh Kartini.
Pada awalnya
Kartini pun sering merasa sedih dan malu. Ia selalu merasa tertinggal dengan
teman-teman seusianya. Tak jarang, ada omongan-omongan yang tidak pantas keluar
dari mulut orang-orang sekitarnya, bahkan keluarganya sendiri pun melakukan hal
demikian. Yang bisa Kartini lakukan hanya mentup telinganya rapat-rapat dengan
kedua tanganya, karena Kartini hanya mampu menutup kedua telinganya saja dengan
kedua tanganya dibandingkan harus menutup mulut orang-orang yang
menggunjingnya, itu adalah hal yang tidak bisa Kartini kendalikan.
Diusianya yang
menginjak 25 tahun lalu, disaat teman-teman seusianya memasuki hubungan ke
jenjang yang lebih serius, Kartini harus menelan hal pahit. Kartini harus
merasakan kegagalan yang nampaknya tidak bisa diterima oleh seluruh perempuan
di dunia ini. Ia gagal menikah karena diselingkuhi oleh calon suaminya sendiri.
Iya,
kalian tidak salah dengar, Kartini pernah menjalin hubungan dengan seorang
laki-laki yang pada saat itu sudah menjalin hubungan selama 4 tahun.
Ditahun ke-5
kartini dan calon suaminya berniat untuk memasuki ke fase pernikahan. Namun,
takdir berkata lain. Ketika sudah mengadakan lamaran dan sedang sibuk-sibuknya
mempersiapkan segala hal untuk pernikahanya, Kartini menemukan fakta pahit
bahwa calon suaminya itu berselingkuh dengan perempuan lain yang baru saja
calon suaminya kenal.
Saat itu merupakan
masa-masa terberat yang harus Kartini alami. Ia sangat amat percaya kepada
calon suaminya itu, bahkan Kartini merasa tidak ada satupun orang yang
sayangnya lebih besar kepada dirinya selain calon suaminya sendiri. Hidup
Kartini hancur, dunianya runtuh dan berhenti ketika mengetahui hal tersebut,
karena Kartini menaruh dunianya kepada calon suaminya. Tak ada yang bisa
kartini lakukan selain menangis dan menyalahkan dirinya sendiri. Kartini
bertanya-tanya pada dirinya, apa yang kurang dari dirinya sehingga orang yang
sangat Kartini cintai, tega berkhianat padanya.
Satu hari, dua
hari, bahkan puluhan hari Kartini habiskan dengan menangis dan menyalahkan diri
sendiri. Tidak ada satu pun hal yang bisa membuat dirinya bertahan di dunia ini
selain dirinya sendiri lah. Hingga suatu hari kartini tersadar dengan satu ayat
Al-Qur’an yang pernah ia baca terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 286:
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ
نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَاۗ
Artinya: “Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”
Setelah menemukan
ayat tersebut, Kartini pun mulai berusaha menerima apa yang sudah ia alami. Namun,
dia hidup didalam bayang-bayang pengkhianatan mantan calon suaminya. Banyak hal
yang berubah dalam dirinya. Banyak hal-hal buruk yang selalu berputar dalam
kepalanya. Kartini tidak bisa mengusahakan apapun dalam hidupnya, ia sekarang
hanya bisa melanjutkan hidupnya saja tanpa adanya ambisi cinta yang ia inginkan
dahulu.
Sudah hampir 10
tahun hal pahit itu berlalu, saat ini Kartini hidup tanpa menerima cinta baru
di dunianya. Sekarang usianya sudah memasuki 35 tahun, tak jarang, beberapa
laki-laki mencoba mendekatinya namun selalu saja Kartini tolak mentah-mentah.
Hal tersebut bukan tanpa sebab melainkan lagi-lagi Kartini selalu
terbayang-bayang kisah cintanya yang kandas karena adanya penghianatan. Kartini
terlalu takut untuk mencoba cinta baru.
Hingga diusianya
yang menginjak kepala empat itu, Kartini mulai tersadar bahwa ia sangat
tertinggal jauh oleh teman-teman seusianya. Ia mulai bertanya kepada dirinya
sendiri, sampai kapan harus hidup di dalam bayang-bayang pengkhianatan. Bahkan,
orang yang berkhianat denganya saja kini sudah bahagia dan bisa terus
melanjutkan hidupnya, bukankah dulu mereka sama hancurnya?
Hari-hari berat
terlewati, hingga akhirnya kartini sadar lewat perkataan kakak iparnya sendiri “hidup kita gak akan maju kalo selalu
menuruti rasa takut dalam diri kita saja”. Akhirnya kartini pun tersadar,
mau sampai kapan ia meromantisasi kehancuran yang tinggal pada dirinya?, mau
sampai kapan ia hidup di bawah rasa takut yang selalu menang atas dirinya?,
sampai semuanya benar-benar hancur dan hilang? Atau sampai ia benar-benar kalah
dari semua ketakutan dan kecemasan yang menggerogiti dirinya?.
Mulai saat itu
Kartini bangkit, ia mencoba berdamai dengan masa lalunya. Ia mulai menerima
jika semua yang sudah terjadi pada dirinya adalah garis takdir yang sudah Allah
berikan dan pasti paling terbaik dari segala takdir yang ia inginkan. Tidak ada
kata terlambat selagi kita mau memperbaikinya.
Beberapa tahun
setelah penerimaan terhadap dirinya sendiri, ada seorang laki-laki yang berniat
serius kepada Kartini. Dalam hal ini Kartini tetap hati-hati namun juga tidak
menolak mentah-mentah ajakan laki-laki tersebut seperti Kartini yang
sebelumnya. Ia mulai menjalankan hubungan yang baik dengan laki-laki tersebut.
Hingga akhirnya Kartini memantapkan hatinya untuk mulai menerima kehadiran
laki-laki tersebut dan tepat 10 Juni 2024, Kartini telah melangsungkan akad
suci pernikahan dengan laki-laki pilihanya.
Penulis: Sabtisilwy Sani Munadi (Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Baca juga:
- Kekerasan Terhadap Perempuan: Tantangan Modern dan Solusi Islami
- Pemuda Berkualitas di Era Perkembangan Zaman
- Antara Hukum dan Pergaulan
- Mengapa Kita Harus Bersyukur?
INFO: Ikuti terus informasi berita terikini dari Media IPNU dengan follow Instagram @mediaipnu. Anda juga bisa ikut berkontribusi mengirimkan berita kegiatan IPNU IPPNU di daerah Rekan/Rekanita dengan mengirim email ke redaksimediaipnu@gmail.com atau klik di SINI.