Kontribusi Pelajar NU dalam Membentuk Manusia yang Berilmu dan Dekat dengan Masyarakat

Kontribusi Pelajar NU dalam Membentuk Manusia yang Berilmu dan Dekat dengan Masyarakat
Kontribusi Pelajar NU dalam Membentuk Manusia yang Berilmu dan Dekat dengan Masyarakat | @lathifatulll

MEDIA IPNU - Kontribusi Pelajar NU dalam Membentuk Manusia yang Berilmu dan Dekat dengan Masyarakat. Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) adalah organisasi yang didirikan untuk memajukan pelajar Indonesia, khususnya yang beragama Islam dan berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU). Sejak berdirinya, IPNU memiliki cita-cita luhur yang disampaikan oleh Ketua Umum pertamanya, KH Tolchah Mansoer, yaitu membentuk manusia yang tidak hanya berilmu tetapi juga memiliki kedekatan dengan masyarakat. Dalam tulisan ini, kita akan melihat bagaimana IPNU berkontribusi dalam mencapai cita-cita tersebut serta memahaminya dengan teori sosial yang telah dikemukakan oleh para ahli sosiologi dunia.

1. Ilmu Sebagai Modal Sosial (Pierre Bourdieu)

Pierre Bourdieu, seorang sosiolog terkenal dari Prancis, berpendapat bahwa ilmu atau pengetahuan adalah bentuk modal sosial yang sangat berharga. Modal sosial menurut Bourdieu adalah segala sesuatu yang bisa membantu seseorang untuk berinteraksi dan diterima di tengah masyarakat. Dalam konteks IPNU, ilmu yang diperoleh oleh anggotanya adalah modal sosial yang membuat mereka bisa lebih memahami, berbagi, dan membantu sesama. Saat seorang pelajar IPNU belajar ilmu agama atau ilmu pengetahuan umum, ia sebenarnya sedang memperkaya dirinya dengan modal sosial yang akan berguna untuk mendekatkan diri dengan masyarakat.

Bourdieu juga mengatakan bahwa ilmu bisa memperluas wawasan dan meningkatkan posisi seseorang di masyarakat. Ketika pelajar IPNU mendalami ilmu, mereka akan lebih mudah berinteraksi dengan masyarakat dan memahami masalah-masalah yang ada. Hal ini membuat mereka bukan hanya menjadi orang yang berilmu, tetapi juga menjadi agen perubahan yang dihormati di lingkungan sosialnya.

2. Solidaritas Sosial (Émile Durkheim)

Émile Durkheim, seorang sosiolog dari Prancis, memperkenalkan konsep solidaritas sosial, yaitu perasaan kesatuan yang membuat orang merasa saling terhubung dalam masyarakat. Menurutnya, solidaritas ini sangat penting untuk menjaga keharmonisan di masyarakat. Dalam IPNU, konsep solidaritas sosial diterapkan melalui berbagai kegiatan yang mengajarkan anggotanya untuk saling peduli dan gotong royong. Contohnya adalah kegiatan bakti sosial, pengajian bersama, atau aksi peduli terhadap bencana.

Solidaritas ini menciptakan ikatan kuat antara pelajar IPNU dan masyarakat di sekitarnya. Melalui kegiatan tersebut, pelajar IPNU belajar memahami kebutuhan orang lain, merasakan empati, dan berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih harmonis. Hal ini sesuai dengan cita-cita KH Tolchah Mansoer untuk menjadikan pelajar IPNU tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga dekat dan bermanfaat bagi masyarakat.

3. Fungsi Pendidikan dalam Masyarakat (Talcott Parsons)

Kontribusi Pelajar NU dalam Membentuk Manusia yang Berilmu dan Dekat dengan Masyarakat
Kontribusi Pelajar NU dalam Membentuk Manusia yang Berilmu dan Dekat dengan Masyarakat | @lathifatulll

Menurut Talcott Parsons, pendidikan memiliki peran penting dalam menjaga kestabilan sosial. Dalam pandangannya, pendidikan tidak hanya bertujuan untuk memberikan ilmu, tetapi juga untuk menanamkan nilai-nilai sosial yang penting bagi kehidupan bersama. Hal ini sangat relevan dalam kegiatan IPNU, di mana pendidikan yang diperoleh tidak hanya berfokus pada ilmu pengetahuan, tetapi juga nilai-nilai keislaman, moral, dan etika.

Parsons menjelaskan bahwa melalui pendidikan, pelajar IPNU belajar untuk memahami peran dan tanggung jawab mereka sebagai individu yang berkontribusi dalam masyarakat. Mereka belajar mengenai pentingnya toleransi, gotong royong, dan sikap saling menghormati. Dengan demikian, mereka tidak hanya siap secara intelektual tetapi juga secara sosial, yang akan mendekatkan mereka dengan masyarakat dan menjadikan mereka individu yang bermanfaat.

4. Teori Aksi Sosial (Max Weber)

Max Weber, sosiolog Jerman, mengemukakan teori aksi sosial yang menjelaskan bahwa tindakan seseorang selalu memiliki makna atau tujuan tertentu. Menurut Weber, tindakan yang dilakukan secara sadar dan bermakna akan berdampak positif bagi masyarakat. Dalam kegiatan IPNU, setiap aksi yang dilakukan pelajar diarahkan untuk memiliki tujuan yang bermanfaat bagi orang lain. Misalnya, kegiatan berbagi ilmu, pengajian, atau pembinaan pemuda di desa-desa dilakukan dengan niat untuk membantu dan mengangkat taraf hidup masyarakat.

IPNU mengajarkan anggotanya untuk memiliki tujuan mulia dalam setiap tindakan, baik dalam belajar maupun dalam bersosialisasi. Aksi sosial seperti ini menunjukkan bahwa pelajar IPNU bukan hanya berilmu, tetapi juga memiliki kesadaran sosial yang tinggi, yang membuat mereka lebih dekat dengan masyarakat.

5. Pembentukan Identitas Kolektif (Anthony Giddens)

Anthony Giddens, seorang sosiolog dari Inggris, memperkenalkan konsep identitas kolektif, yaitu identitas yang terbentuk berdasarkan kebersamaan dalam sebuah kelompok. Menurut Giddens, identitas kolektif ini penting karena memberikan individu perasaan memiliki tujuan yang sama dan merasa menjadi bagian dari komunitas yang lebih besar. Dalam IPNU, pelajar tidak hanya belajar secara individu, tetapi juga sebagai bagian dari komunitas pelajar yang lebih besar yang memiliki visi dan misi sama, yaitu berkontribusi kepada masyarakat dengan ilmu yang dimiliki.

Identitas kolektif ini menciptakan ikatan antaranggota IPNU dan meningkatkan rasa solidaritas serta tanggung jawab sosial. Ketika pelajar IPNU memiliki identitas kolektif yang kuat, mereka cenderung memiliki rasa tanggung jawab yang lebih besar untuk berbuat baik dan membantu sesama. Selain itu, identitas kolektif juga menanamkan rasa bangga dan keinginan untuk menjaga nama baik IPNU di tengah masyarakat, sehingga mereka berusaha melakukan hal-hal yang positif dan bermanfaat.

6. Konsep Kepemimpinan dan Pengaruh (Robert K. Merton)

Robert K. Merton, sosiolog asal Amerika, memperkenalkan teori fungsi manifes dan laten dalam kepemimpinan. Fungsi manifes adalah peran yang terlihat secara langsung, sedangkan fungsi laten adalah pengaruh tidak langsung yang timbul dari tindakan seseorang. Dalam organisasi IPNU, fungsi manifes dari para anggotanya adalah sebagai pelajar yang memperdalam ilmu agama dan ilmu pengetahuan lainnya. Namun, secara laten, pelajar IPNU juga berperan sebagai contoh bagi masyarakat dalam berperilaku baik, sopan santun, dan menjaga hubungan yang harmonis.

Ketika anggota IPNU ikut serta dalam kegiatan sosial atau pengabdian masyarakat, pengaruh mereka secara tidak langsung akan memperkuat citra positif IPNU sebagai organisasi yang peduli pada nilai-nilai sosial dan agama. Ini memberikan dampak yang baik, karena masyarakat akan semakin percaya pada peran IPNU dalam membentuk generasi muda yang unggul dan berkarakter. Pengaruh kepemimpinan yang positif ini juga memotivasi anggota lain untuk aktif dalam kegiatan sosial dan terlibat langsung dalam upaya perbaikan masyarakat.

7. Perubahan Sosial dan Inovasi (Karl Mannheim)

Karl Mannheim, sosiolog dari Jerman, menekankan bahwa kaum muda adalah agen perubahan sosial yang mampu membawa inovasi dan ide-ide baru yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam konteks IPNU, pelajar yang tergabung di dalamnya didorong untuk berkontribusi melalui kreativitas, ide, dan inovasi untuk menjawab tantangan yang dihadapi masyarakat saat ini. IPNU sebagai organisasi pelajar Islam juga berperan dalam membekali anggotanya dengan wawasan dan keterampilan baru yang relevan, seperti teknologi, ekonomi kreatif, dan komunikasi digital, sehingga mereka siap menghadapi perkembangan zaman.

Dengan inovasi ini, IPNU dapat memberikan kontribusi yang konkret dalam masyarakat. Misalnya, pelajar IPNU dapat mengajarkan masyarakat di desa cara memanfaatkan teknologi untuk usaha kecil atau menyebarkan informasi yang berguna mengenai kesehatan, pendidikan, atau kesadaran lingkungan. Melalui peran inovatif ini, IPNU membantu mendorong perubahan sosial ke arah yang lebih baik, sekaligus mempererat hubungan antara pelajar IPNU dengan masyarakat.

Penutup

Melalui berbagai teori sosiologi di atas, kita dapat memahami bahwa kontribusi IPNU tidak hanya dalam hal ilmu pengetahuan tetapi juga dalam membangun kedekatan dan kepedulian terhadap masyarakat. Dengan modal sosial berupa ilmu, solidaritas sosial yang kuat, pendidikan yang berbasis nilai, aksi sosial bermakna, pembentukan identitas kolektif, kepemimpinan yang inspiratif, dan inovasi, IPNU mempersiapkan anggotanya untuk menjadi pribadi yang cerdas, berkarakter, dan berbakti kepada masyarakat. Dengan semangat yang diwariskan oleh KH Tolchah Mansoer, pelajar IPNU diharapkan dapat terus mengembangkan diri dan memberikan kontribusi positif yang berdampak bagi bangsa dan negara.

Sebagai generasi penerus, anggota IPNU harus tetap berpegang pada nilai-nilai Islam dan menjunjung tinggi cita-cita luhur organisasi mereka, yaitu menjadi manusia yang berilmu dan memiliki kepedulian yang mendalam terhadap masyarakat. Dalam jangka panjang, IPNU diharapkan dapat terus mencetak generasi pelajar yang mampu memajukan Indonesia dengan ilmu pengetahuan, iman, dan kedekatan yang erat dengan lingkungan sosialnya.

Penulis: Syarif Dhanurendra

Baca juga:

INFO: Ikuti terus informasi berita terikini dari Media IPNU dengan follow Instagram @mediaipnu. Anda juga bisa ikut berkontribusi mengirimkan berita kegiatan IPNU IPPNU di daerah Rekan/Rekanita dengan mengirim email ke redaksimediaipnu@gmail.com atau klik di SINI. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama