Penulis : Udi Rustandi (Demisioner Ketua PKPT IPNU STISIP Setia Budhi Rangkasbitung 2021-2022) |
MEDIA IPNU - Pentingnya Literasi Untuk Kalangan Generasi Z. Kita sebagai manusia terdidik sudah sering mendengar istilah melek aksara, keberaksaraan, kemahirwacanaan, dan literasi. Keempat istilah tersebut pada dasarnya berpadanan dan berkemiripan makna karena ketiga istilah pertama merupakan usaha mengindonesiakan istilah literacy.
Namun, seiring dengan perkembangan waktu, sekarang istilah literacy diadaptasi menjadi literasi dalam bahasa Indonesia. Di Indonesia bahkan sekarang istilah literasi lebih populer dibandingkan dengan istilah melek aksara, keberaksaraan, dan kemahirwacanaan.
Dapat dikatakan bahwa
dalam beberapa tahun belakangan istilah literasi dan gerakan literasi semakin
dikenal luas oleh masyarakat Indonesia termasuk pegiat literasi di masyarakat
dan kalangan pendidikan baik kalangan sekolah maupun pegiat pendidikan
nonformal.
Semakin populer dan
dikenal luasnya istilah literasi dan gerakan literasi di Indonesia paling tidak
disebabkan oleh empat hal utama.
Pertama, semakin
tumbuhnya kesadaran betapa fundemental, strategis, dan pentingnya bagi kemajuan
dan masa depan masyarakat dan bangsa Indonesia. Baik secara historis maupun
sosiologis terbukti bahwa masyarakat dan bangsa yang maju dan unggul selalu
disokong oleh adanya literasi.
Kedua, semakin
disadarinya oleh sebagian besar kalangan masyarakat Indonesia termasuk
pemerintah Indonesia bahwa kemajuan dan keunggulan individu, masyarakat, dan
bangsa Indonesia juga ditentukan oleh adanya tradisi dan budaya literasi yang
mantap.
Ketiga, semakin kuatnya
kepedulian dan keterlibatan berbagai kalangan masyarakat, komunitas dan
pemerintah dalam usaha-usaha menumbuhkan, memantapkan, dan bahkan
menyebarluaskan kegiatan, program, tradisi, dan budaya literasi di lingkungan
masyarakat, lingkungan komunitas, dan lingkungan pendidikan.
Keempat, semakin
banyaknya gerakan-gerakan literasi yang berkembang di masyarakat dan sekolah
yang dilakukan oleh berbagai kalangan.
Tak mengherankan, gerakan
literasi makin marak di kalangan masyarakat dan pendidikan di Indonesia.
Lebih-lebih setelah pemerintah mencanangkan dan menggencarkan gerakan literasi
sekolah, pamor gerakan literasi mengalami pasang naik. Berbagai festival,
lomba, klinik, dan juga pertemuan ilmiah tentang literasi sebagai bagian dari
gerakan literasi makin sering dilaksanakan oleh berbagai pihak.
Konsep literasi mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu. Pada mulanya literasi sering dipahami sebagai
melek aksara, dalam arti tidak buta huruf. Kemudian melek aksara dipahami
sebagai kepahaman atas informasi yang tertuang dalam media tulis. Tak
mengherankan, kegiatan literasi selama ini identik dengan aktivitas membaca dan
menulis. Lebih lanjut, literasi dipahami sebagai kemampuan berkomunikasi sosial
di dalam masyarakat.
Di sinilah literasi
sering dianggap sebagai kemahiran berwacana. Dalam konteks inilah, mengartikan
literasi sebagai kemampuan seseorang dalam berkomunikasi di masyarakat.
Literasi juga mengandung
makna praktek dan hubungan sosial yang berkaitan dengan bahasa, pengetahuan,
dan budaya.
Bahwa literasi informasi
terkait pula dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan,
mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan
mengkomunikasikan informasi untuk mengatasi bermacam-macam persoalan.
Kemampuan-kemampuan terssebut perlu dimiliki tiap individu sebagai syarat untuk
berpartisipasi dalam masyarakat informasi, dan hal tersebut merupakan bagian
dari hak dasar manusia menyangkut pembelajaran sepanjang hayat.
Sejalan dengan itu, dalam
program Gerakan Literasi Sekolah Kemdikbud mengartikan kemampuan berliterasi
sebagai adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara
cerdas melalui berbagai kegiatan, antara lain membaca, melihat, menyimak,
menulis, atau berbicara.
Di tengah banjir bandang
informasi melalui berbagai media, baik media massa cetak, audiovisual maupun
media sosial, kemampuan berliterasi tersebut sangat penting. Dengan kemampuan
berliterasi yang memadai dan mantap, kita sebagai individu, masyarakat, dan
atau bangsa tidak mudah terombang-ambing oleh berbagai informasi yang beraneka
ragam yang datang secara bertubi-tubi kepada kita.
Di samping itu, dengan
kemampuan berliterasi yang baik, kita bisa meraih kemajuan dan keberhasilan.
Tak mengherankan, Kemendikbud menyatakan bahwa kemampuan berliterasi merupakan
titik pusat kemajuan bahwa kemampuan berliterasi
telah menjadi prasyarat partisipasi bagi berbagai kegiatan sosial, kultural,
politis, dan ekonomis pada zaman modern.
Kemudian Global
Monitoring Report Education for All (EFA) 2007: Literacy for All menyimpulkan
bahwa kemampuan berliterasi berfungsi sangat mendasar bagi kehidupan modern,
kemampuan berliterasi adalah langkah pertama yang sangat berarti untuk
membangun kehidupan yang lebih baik.
Sejalan dengan gejala
literasi yang terus berkembang, dewasa ini bentuk dan jenis literasi juga terus
berkembang di samping juga terus berkembang hakikat dan konsepnya. Sampai
sekarang telah terdapat berbagai bentuk dan jenis literasi yang ditawarkan atau
dikembangkan oleh berbagai pihak.
Sebagai contoh, PISA
(Programme for International Student Assesment) yang dikoordinasikan oleh OECD
telah mengategorikan literasi menjadi
- (a) literasi keilmu-alaman (scientifical literacy).
- (b) kebeberaksaraan matematis (mathematical literacy).
- (c) literasi membaca (reading literacy).
Dalam berbagai terbitannya mengenai masyarakat informasi,
Kemendikbud menyatakan adanya literasi informasi dan literasi media.
Literasi yang
komprehensif dan saling terkait memampukan seseorang untuk berkontribusi kepada
masyarakatnya sesuai dengan kompetensi dan perannya sebagai warga negara global.
Sebab itu, kemampuan menguasai beraneka bentuk dan jenis literasi tersebut
mendukung keberhasilan dan kemajuan seseorang, masyarakat, bahkan bangsa.
Dalam konteks pendidikan,
kemampuan menguasai berbagai bentuk dan jenis literasi tentulah akan membuat
peserta didik sukses dan maju. Lebih lanjut, juga akan menumbuhkan tradisi dan
budaya literasi. Untuk itu, dalam pendidikan formal, peran aktif para pemangku
kepentingan, yaitu kepala sekolah, guru sebagai pendidik, tenaga kependidikan,
dan pustakawan sangat berpengaruh untuk memfasilitasi pengembangan kemampuan
berliterasi peserta didik.
Agar lingkungan literasi
tercipta, diperlukan perubahan paradigma semua pemangku kepentingan. Selain
itu, diperlukan juga pendekatan cara belajar-mengajar yang mengembangkan
komponen-komponen literasi ini. Kesempatan peserta didik terpajan dengan
berbagai bentuk dan jenis literasi menentukan kesiapan peserta didik
berinteraksi dengan literasi lain.
Saya mengajak kepada
rekan-rekan untuk meningkatkan literasi di daerah masing-masing agar selalu
berkembang, kita sebagai kalangan generasi milenial harus mampu membangun jiwa
semangat anak-anak muda agar tetap melestarikan budaya literasi.
Penulis : Udi Rustandi
(Demisioner Ketua PKPT IPNU STISIP Setia Budhi Rangkasbitung 2021-2022, Ketua
Bidang Keorganisasian IPNU Kabupaten Lebak, Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara
Universitas Setia Budhi Rangkasbitung)
Baca juga: cakarif.my.id
- Mengenal Yusuf Dwi Akhial, Sang Pendiri 12 PAC IPNU Se-Kabupaten Sukoharjo
- Pesantren Al-Falah Sidomulyo Bersama NU Pekon Sidomulyo Gelar Upacara HSN
- Audiensi PC IPNU IPPNU Lampung Selatan Bersama Kemenag Lamsel
- PAC IPNU IPPNU Kecamatan Malingping Lebak Gelar Yasinan Malam Jumat
- Pelantikan Pengurus PAC IPNU IPPNU Panjatan Kulon Progo Periode 2023-2025