Hari Pancasila, Mengenang Kiprah Penting Kiai Wahid Hasyim |
MEDIA IPNU - Hari Pancasila, Mengenang Kiprah Penting Kiai Wahid Hasyim. Hari ini, Kamis (01/06/2023), bangsa Indonesia memperingati hari lahir Pancasila. Sejumlah instansi dan lembaga, hingga organisasi memiliki cara sendiri dalam memperingati hari bersejarah tersebut. Memang dalam perjalanannya, Pancasila memiliki peran penting dalam menjaga keragaman. Sekaligus sebagai bukti bahwa bangsa dan rakyat Indonesia memiliki ciri khas yang membedakan dengan lainnya.
Perjuangan memerdekakan
Indonesia dari kolonialiasme telah melalui tahapan dan usaha yang panjang
tetapi matang. Selain perjuangan fisik, bangsa Indonesia secara gigih mampu
membangun pondasi kemerdekaan dengan merumuskan dasar dan ideologi negara
melalui persiapan-persiapan yang dilakukan oleh para tokoh bangsa dengan wadah
BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada
Maret 1945 dan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada Agustus
1945.
Sejarah mencatat, ketika
Jepang semakin terdesak dalam Perang Dunia II, Pemerintah Pendudukan Bala
Tentara Jepang di Jawa melalui Saiko Syikikan Kumakici Harada mengumumkan
secara resmi berdirinya BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) pada 1 Maret 1945 yang berjumlah 69 anggota. KRT
Radjiman Wedyodiningrat (seorang tokoh Budi Utomo) ditunjuk sebagai Ketua.
Walaupun badan ini
dibentuk oleh Jepang, bagi para pemimpin perjuangan yang duduk di dalamnya,
badan ini diarahkan untuk kepentingan kehidupan bangsa. BPUPKI menggelar dua
kali sidang. Sidang pertama dibuka pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 di gedung
Cuo Sangi In dan 10-16 Juli 1945.
Sidang pertama menetapkan
Dasar Negara Pancasila dan sidang kedua menetapkan rancangan UUD 1945. Dalam
sidang pertama, tepatnya pada tanggal 29 Mei 1945, Mohamad Yamin mengucapkan
pidato yang berisi tentang asas-asas yang diperlukan sebagai dasar negara. Pada
sidang tanggal 31 Mei, Soepomo juga mengungkapkan uraian tentang dasar-dasar
negara.
Akhirnya pada tanggal 1
Juni 1945, Soekarno secara gagah menyodorkan 5 poin yang diusulkan menjadi
dasar negara. Pada saat itu, ia jugalah yang pertama kali menyebut “Pancasila”
untuk 5 dasar yang diajukannya itu. Persiapan yang dilakukan oleh para tokoh
bangsa termasuk salah satu perumus Pancasila KH Abdul Wahid Hasyim dari
kalangan tokoh agama tidak lantas membuat mereka optimis dalam menyiapkan
kemerdekaan.
Hal ini diungkapkan oleh
KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dalam salah satu kolomnya berjudul
Kemerdekaan: Suatu Refleksi (Aula, 1991: 41). Dalam tulisan tersebut, Gus Dur
menjelaskan dalam konteks usaha susah payah para tokoh bangsa dalam menyiapkan kemerdekaan.
Mantan Presiden ke-4 RI ini mengatakan bahwa pada sidang lanjutan tanggal 1
Juni 1945 para pemimpin rakyat peserta sidang kebanyakan masih menyangsikan
kemampuan bangsa Indonesia untuk merdeka.
Meskipun demikian, dalam
kesangsian sikap itu, justru dimanfaatkan oleh para tokoh bangsa sebagai energi
positif untuk dapat merumuskan dasar negara. Artinya, kesangsian yang timbul
bukan semata dari semangat perjuangan, tetapi dari pergolakan politik yang
masih berkecamuk saat itu. Namun demikian, Gus Dur menegaskan akhirnya para
pemimpin rakyat itu melalui perjuangan jiwa, raga, dan pikiran berhasil
memerdekakan Indonesia dua bulan kemudian (17 Agustus 1945).
Dalam konteks ini, Gus
Dur ingin menyampaikan bahwa esensi kemerdekaan bukan hanya lepas dari penjajahan,
tetapi juga terbangun persamaan hak (equality) di antara seluruh bangsa
Indonesia yang majemuk. Secara tegas, Gus Dur mengatakan bahwa musuh
kemerdekaan bukanlah terutama kekuasaan masyarakat dan negara, melainkan
kesewenang-wenangan dalam penggunaan kekuasaan itu. Peran strategis KH Wahid
Hasyim dalam perumusan Pancasila Jika balik lagi memperhatikan proses
penyusunan dasar negara berupa Pancasila dan UUD 1945, apa yang dijelaskan oleh
Gus Dur, itulah misi yang dibawa oleh para pemimpin rakyat agar dasar negara
merupakan pondasi kokoh yang mengakomodasi kemerdekaan seluruh anak bangsa,
bukan hanya Islam yang merupakan umat mayoritas.
Hari Pancasila, Mengenang Kiprah Penting Kiai Wahid Hasyim |
Seperti diketahui bahwa
Tim 9 (sembilan) perumus dasar negara yang terdiri dari Soekarno, Muh. Hatta,
A.A. Maramis, KH A. Wachid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir, Abikusno Tjokrosujoso,
H. Agus Salim, Ahmad Subardjo dan Muh. Yamin, merumuskan salah satu bunyi
Piagam Jakarta yaitu: “Ketuhanan, dengan Kewajiban Menjalankan Syari'at Islam
Bagi Pemeluk-pemeluknya”. Sebelum Pembukaan/Muqaddimah (Preambule) disahkan,
pada tanggal 17 Agustus 1945 Mohammad Hatta mengutarakan aspirasi dari rakyat
Indonesia bagian Timur yang mengancam memisahkan diri dari Indonesia jika poin
“Ketuhanan” tidak diubah esensinya.
Akhirnya setelah berdiskusi
dengan para tokoh agama di antaranya Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wahid Hasyim, dan
Teuku Muh Hasan, ditetapkanlah bunyi poin pertama Piagam Jakarta yang
selanjutnya disebut Pancasila itu dengan bunyi: “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Tokoh ulama yang berperan
menegaskan konsep Ketuhanan yang akomodatif itu adalah KH Wahid Hasyim, ulama
muda NU putra KH Hasyim Asy’ari yang juga tak lain ayah Gus Dur. Menurut Gus
Wahid saat itu, “Ketuhanan Yang Esa” merupakan konsep tauhid dalam Islam.
Sehingga tidak ada alasan bagi umat Islam untuk menolak konsep tersebut dalam
Pancasila. Artinya, dengan konsep tersebut, umat Islam mempunyai hak
menjalankan keyakinan agamanya tanpa mendiskriminasi keyakinan agama lain.
Di titik inilah,
menjalankan Pancasila sama artinya mempraktikan syariat Islam dalam konsep
hidup berbangsa dan bernegara. Sehingga tidak ada sikap intoleransi kehidupan
berbangsa atas nama suku, agama, dan lain-lain. Pancasila yang akomodatif dalam
konteks sila Ketuhanan tersebut mewujudkan tatanan negara yang unik dalam aspek
hubungan agama dan negara. Dalam arti, negara Indonesia bukanlah negara sekuler
dan bukan pula negara Islam, melainkan negara yang berupaya mengembangkan
kehidupan beragama dan keagamaan (Einar Martahan Sitompul, 2010: 91).
Jika saat ini ada sebagian
kelompok Islam yang menolak Pancasila, bisa dikatakan dengan tegas bahwa mereka
tidak ikut berjuang merumuskan berdirinya pondasi dan dasar negara ini. Peran Kiai Wahid Hasyim bukan hanya mampu
menjabarkan Pancasila secara teologis dan filosofis terhadap rumusan awal yang
diajukan oleh Soekarno pada 1 Juni 1945, tetapi juga menegaskan bahwa umat
Islam Indonesia sebagai mayoritas menunjukkan sikap inklusivitasnya terhadap
seluruh bangsa Indonesia yang majemuk sehingga Pancasila merupakan dasar negara
yang merepresentasikan seluruh bangsa Indonesia.
Menurut salah satu
Sejarawan NU, Abdul Mun’im DZ (2016), tidak bisa dipungkiri bahwa dalam
menjabarkan Pancasila, Kiai Wahid berangkat dari tradisi dan keilmuan
pesantren, sehingga bisa dikatakan bahwa Pancasila merupakan kristalisasi
ajaran Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). Di titik inilah menurut Mun’im, NU dan
seluruh bangsa Indonesia bukan hanya wajib mengamalkan, tetapi juga wajib
mengamankan Pancasila.
Penulis: Ahmad Fathoni
Sumber: NU Online Jatim
Baca juga: Dewadigi Dewadigi.id
- Saat Kiai di Situbondo dan Bondowoso Gelisah Soal Penerimaan Asas Tunggal Pancasila
- PD PRT IPNU IPPNU Terbaru Hasil Kongres di Jakarta 2022
- IPNU IPPNU Unesa Studi Banding ke Unisma Bangun Relasi Organisasi
- IPNU IPPNU UNNES Adakan Pelatihan Desain Grafis dan Jurnalistik
- Ketua IPNU Kabupaten Cirebon Sebut Konfercab Bukan Hanya Pergantian Pimpinan
- PP IPNU IPPNU Bentuk Tim Peneliti Muda untuk Optimalkan Kaderisasi
- Syahri Santoso dan Miftachul Hidayati Nahkoda Baru PC IPNU IPPNU Kota Batu
Hari Pancasila, Mengenang Kiprah Penting Kiai Wahid Hasyim. Ini Hari Pancasila, Mengenang Kiprah Penting Kiai Wahid Hasyim. Info Hari Pancasila, Mengenang Kiprah Penting Kiai Wahid Hasyim. Tentang Hari Pancasila, Mengenang Kiprah Penting Kiai Wahid Hasyim.