Ilustrasi: www.darus.id |
MEDIA IPNU - Baitul Hikmah
Berkembang Pesat Masa Khalifah Al Ma’mun. Pada dasarnya setiap negara yang maju
pasti didukung oleh faktor intelektual masyarakatnya yang juga maju.
Intelektual yang maju sangat
mempengaruhi bidang apapun dalam kegiatan bernegara sehingga akan mampu
memecahkan beragam permasalahan dalam negara tersebut. Hal ini pula yang
terjadi ketika masyarakat Islam mencapai puncak kemajuan pada masanya atau
lebih dikenal masa itu sebagai the golden age of Islam.
Ketika dinasti Abbasiyah berkuasa,
dunia timur laksana lampu yang menerangi kegelapan dunia. Banyak kota-kota
dibeberapa daerahnya yang menjadi pusat intelaktual, seperti Baghdad,
Samarqand, Kairo, Basrah, Kufah, dan lain-lain.
Dari beberapa kota tersebut yang
memegang peranan paling penting sebagai pusat intelaktual ialah kota Baghdad
yang sekaligus menjadi ibu kota dinasti Abbasiyah. Kota ini saat itu menjadi
tempat yang didambakan oleh pelajar muslim dan non muslim dari berbagai bidang
ilmu pengetahuan. Selain itu banyak pelajar-pelajar Eropa dikirim oleh
kerajaannya untuk menimba ilmu ke kota Baghdad. Salah satu alasan penting yang
membuat kota Baghdad menjadi pusat intelektual saat itu ialah berdirinya Baitul
Hikmah.
Baitul Hikmah atau Rumah Kebijaksanaan merupakan bangunan megah dan besar yang berfungsi sebagai pusat
penerjemahan, lembaga pendidikan, perpustakaan yang berisi ribuan buku, pusat
penelitian, dan lain-lain.
Pendiri Rumah Kebijaksanaan ini terdapat
perbedaan pendapat diantara para sejarawan, ada sebagian yang berpendapat bahwa
Rumah Kebijaksanaan ini didirikan oleh Khalifah Abdullah al-Ma’mun (khalifah ke
7 dinasti Abbasiyah) dan ada pula sebagian yang berpendapat bahwa Rumah
Kebijaksanaan ini didirikan oleh Khalifah Harun al-Rasyid (khalifah ke 5
dinasti Abbasiyah).
Namun sesungguhnya yang menjadi
cikal bakal berdirinya Rumah Kebijaksanaan ini ialah pada masa pemerintahan Abu
Ja’far al-Mansur (khalifah ke 2 dinasti Abbasiyah). Saat masa pemerintahannya
beliau menerapkan kebijakan menerjemahkan buku-buku berbahasa asing kedalam
bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara waktu itu, termasuk buku-buku maupun
manuskrip yang telah dahulu mengalami peradaban maju seperti Yunani dan Persia.
Baru kemudian setelah masa
pemerintahan Harun al-Rasyid, beliau memerintahkan agar buku-buku yang telah
diterjemahkan pada masa kakeknya (Abu Ja’far al-Mansur) untuk ditempatkan dalam
sebuah tempat khusus yang berfungsi sebagai tempat perpustakaan. Oleh karenanya
beliau membangun sebuah tempat yang megah dan besar yang kemudian diberi nama
Baitul Hikmah.
Setelah Rumah Kebijaksanaan
berdiri, kemudian Khalifah al-Ma’mun (anak dari Khalifah Harun al-Rasyid)
mengembangkannya dengan menjadikan Rumah Kebijaksanaan sebagai bangunan
multifungsi, dari sebelumnya hanya sebagai perpustakaan menjadi pusat akademik
dan penerjemah terbesar di dinasti Abbasiyah saat itu.
Beliau juga memperbanyak
koleksi-koleksi buku yang ada dalam Rumah Kebijaksanaan, beliau juga melakukan
sayembara kepada rakyatnya agar barang siapa yang mampu menciptakan sebuah
karya, maka ia akan mendapatkan emas sesuai karya yang diciptakan. Dengan
demikian, rakyat semakin termotivasi dan kegiatan intelektual pun semakin ramai
di kota Baghdad, khususnya di Rumah Kebijaksanaan.
Selain itu, Khalifah al-Ma’mun juga
mengundang para penerjemah asing dan ulama besar untuk mengembangkan
penerjemahan buku-buku berbahasa asing sebagaimana dilakukan oleh khalifah
sebelumnya. Saat itu penerjemah yang paling dikenal ialah Hunain bin Ishaq,
yakni seorang dokter beragama Kristen yang diberi gelar sebagai “bapak
penerjemah Arab”.
Faktor-Faktor Pembentukan Baitul Hikmah
Kota Baghdad dan perkembangan ilmu pengetahuannya pada masa Dinasti Abbasiyah. Foto: Sketsa 1001 Invention |
Pada dasarnya Baitul Hikmah (House
of Wisdom) yang telah didirikan oleh Khalifah Harun al-Rasyid ini mempunyai
faktor-faktor dalam pembentukannya, diantaranya ialah sebagai berikut:
Melimpahnya kas negara dan
tingginya apresiasi khalifah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, seperti
filsafat, astronomi, kedokteran, dan musik. Oleh karenanya dengan kas negara
yang begitu besar tersebut mendorong khalifah untuk mengembangkan pendidikan
dengan membangun berbagai fasilitas untuk mempermudah rakyatnya mendapatkan
pengetahuan. Kebijakan khalifah ini mendapat sambutan yang meriah dari
masyarakat dan mereka pun juga giat dalam acara-acara majelis ilmu.
Adanya apresiasi yang tinggi dari
masyarakat terhadap ilmu pengetahuan, bahkan orang yang berilmu dan mempunyai
banyak karya dipandang sebagai orang yang mempunyai derajat yang tinggi. Selain
itu, saat itu tidak ada diskriminasi dalam bidang pendidikan, baik terhadap
agama, ras, suku, etnis, status sosial, dan lain-lain. Untuk memenuhi
masyarakat yang haus akan ilmu tersebut, maka dibuatlah sebuah bangunan yang
besar dan megah yang dinamakan House of Wisdom yang didalamnya terdapat
berbagai fasilitas yang mempermudah pengetahuan.
Adanya keinginan khalifah
mengembangkan ilmu eksakta yang sebelumnya dipelopori oleh kerajaaan maju
sebelumnya, yakni Yunani dan Persia. Oleh karenanya khalifah melakukan
kebijakan penerjemahan terhadap buku-buku klasik masa Yunani dan Persia
tersebut kedalam bahasa Arab untuk dijadikan dasar rujukan bagi
peneliti-peneliti dinasti Abbasiyah dalam mengembangkan ilmu-ilmu eksakta yang
lebih maju.
Selain itu penerjemahan ilmu
filsafat zaman Yunani dan Persia dilakukan oleh khalifah agar umat Islam mampu
mengimbangi perdebatan dengan Yahudi dan Nasrani dalam hal logika. Oleh
karenanya khalifah mewadahi gerakan penerjemahan yang dipeloporinya dengan
pembentukan House of Wisdom.
Adanya keinginan khalifah untuk mengambil
sisa-sisa peradaban bangsa yang telah maju seperti Yunani dan Persia sebagai
bekal membangun dinasti Abbasiyah yang kuat dan maju. Khalifah meyakini bahwa
kemajuan intelektual itu merupakan kunci majunya suatu negeri seperti halnya
Kerajaan Yunani dahulu yang maju karena banyaknya ilmuan cemerlang yang
membantu berjannya kerajaan misalnya Plato, Aristoteles, Thales, dan lain-lain.
Khalifah juga melihat bahwa
kerajaan di Eropa mengalami masa kegelapan karena mereka meninggalkan ilmu
pengetahuan yang telah dikembangkan Kerajaan Yunani dan malah lebih suka
berperang menaklukkan bangsa lain. Oleh karenanya, khalifah melakukan kebijakan
dengan mengambil sisa-sisa ilmu pengetahuan Yunani dan Persia yang diwujudkan
dengan penerjemahan yang kemudian memprakarsai pembentukan House of Wisdom.
Penulis: Khoirus Sahro (Kader IPPNU
PAC Purwosari, Pasuruan, Jatim)
Kunjungi Bagian Artikel :
- Baitul Hikmah Berkembang Pesat Masa Khalifah Al Ma’mun (01)
- Fungsi Baitul Hikmah dalam IlmuPengetahuan (02)
- Kontribusi Baitul Hikmah terhadapPeradaban Dunia (03)
Baitul Hikmah Berkembang Pesat Masa
Khalifah Al Ma’mun. Ini Baitul Hikmah Berkembang Pesat Masa Khalifah Al Ma’mun.
Info Baitul Hikmah Berkembang Pesat Masa Khalifah Al Ma’mun. Tentang Baitul
Hikmah Berkembang Pesat Masa Khalifah Al Ma’mun. Jika Baitul Hikmah Berkembang
Pesat Masa Khalifah Al Ma’mun. Maka Baitul Hikmah Berkembang Pesat Masa
Khalifah Al Ma’mun. Jadi, Baitul Hikmah Berkembang Pesat Masa Khalifah Al
Ma’mun. Misalnya, Baitul Hikmah Berkembang Pesat Masa Khalifah. Namun, Baitul
Hikmah Berkembang Pesat Masa Khalifah. Ini Baitul Hikmah Berkembang Pesat.
Tentang Baitul Hikmah Berkembang Pesat.