Ketua DPP Bidang Politik PDIP, Puan Maharani.* /Instagram/Puan Maharani |
MEDIA IPNU - Dr. (HC.). Puan Maharani Nakshatra Kusyala Devi, S.Sos. (lahir 6 September 1973) adalah seorang politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) periode 2019–2024. Puan merupakan perempuan pertama dan orang termuda ketiga, setelah Achmad Sjaichu dan I Gusti Gde Subamia, yang pernah menjabat sebagai Ketua DPR secara tetap; ia berusia 46 tahun saat dilantik.
Sebelumnya, ia merupakan
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia antara
2014 hingga 2019, dalam prosesnya juga menjadi perempuan pertama dan orang
termuda yang pernah menjabat sebagai menteri koordinator. Puan pernah menjabat
sebagai Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI pada 2012 hingga 2014. Di DPR,
Puan Maharani berada di Komisi VI yang mengawasi BUMN, perdagangan, koperasi,
dan usaha kecil menengah, serta anggota badan kelengkapan dewan BKSAP DPR RI.
Sebagai anggota Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), ia pertama kali terpilih menjadi
anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada 2009. Ia menjabat sebagai ketua fraksi
partai dari 2012 hingga terpilih sebagai menteri pada 2014. Ia adalah satu dari
delapan perempuan yang terpilih sebagai menteri dan satu-satunya menteri
koordinator perempuan. Ia kembali terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dalam pemilu 2019.
Puan adalah anak bungsu
dan satu-satunya putri mantan presiden dan pemimpin PDI-P saat ini, Megawati
Sukarnoputri, serta cucu dari presiden pertama Indonesia Sukarno. Ayahnya,
Taufiq Kiemas, adalah seorang politikus yang menjabat sebagai Ketua Majelis
Permusyawaratan Rakyat dari 2009 hingga kematiannya pada 2013.
Kehidupan awal dan pendidikan
Kehidupan awal
Puan Maharani Nakshatra
Kusyala Devi lahir pada 6 September 1973. Ibunya adalah mantan presiden dan
pemimpin PDI-P saat ini Megawati Soekarnoputri, putri presiden pertama
Indonesia Soekarno, menjadikannya cucu dari Soekarno. Ayahnya adalah Taufiq
Kiemas, seorang politisi yang menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan
Rakyat dari 2009 hingga kematiannya pada 2013.
Pendidikan
Hingga sekolah dasar
(SD), Puan menjalani kehidupan yang relatif normal dan lancar, meskipun
merupakan cucu dari presiden pertama Soekarno. Hal ini terjadi hingga ia berada
di sekolah menengah pertama (SMP), saat ibunya Megawati, menjadi aktif kembali
dalam politik Indonesia selama Orde Baru. Ia lulus dari Sekolah Menengah Atas
(SMA) Perguruan Cikini pada tahun 1991, dan ia masuk Universitas Indonesia pada
tahun 1991 untuk belajar komunikasi massa. Ia lulus tahun 1997. Pada tanggal 14
Februari 2020, Puan dianugerahkan gelar kehormatan Doktor Honoris Causa dari
Universitas Diponegoro, proses perolehan gelar ini berjalan selama dua tahun.
Karier politik
Kepresidenan Megawati
Setelah jatuhnya Suharto
pada tahun 1998, Puan terlibat dalam politik karena ibunya adalah salah satu
pemain utama dalam kancah politik nasional. Selama tiga tahun kepresidenan
Megawati, ia sering menemani ibunya dalam kunjungan dinas dalam dan luar
negeri, selain melakukan kegiatan sosial sendiri.
Dewan Perwakilan Rakyat
Pada tahun 2008, Megawati memperkenalkan Puan, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan DPP PDI-P, sebagai penggantinya saat berkampanye untuk pemilihan gubernur Jawa Timur 2008 di Ngawi. Setelah itu, Maharani mencalonkan diri di Pemilu 2009 di dapil Jawa Tengah 5 (meliputi Surakarta, Sukoharjo, Klaten, dan Boyolali) dan memenangkan 242.504 suara - tertinggi kedua dari semua calon anggota parlemen di negara ini.
Pada masa jabatan
pertamanya, ia menjabat sebagai Ketua Fraksi PDI-P sejak 2012, menggantikan
Tjahjo Kumolo (yang kemudian menjadi Menteri Dalam Negeri). Ia ditugaskan di
komisi VI DPR, meliputi investasi dan UKM. Selama periode ini, dia menentang
kebijakan kenaikan harga bahan bakar pada tahun 2013.
Pemilihan Presiden 2014
Kemudian, dia sempat
diajukan sebagai calon presiden PDI-P untuk pemilihan umum 2014 dan sebagai
calon wakil presiden untuk Joko Widodo (populer dikenal sebagai Jokowi). Dalam
pemilihan umum legislatif, ia memenangkan 326.927 suara, sekali lagi mencetak
suara terbanyak kedua secara nasional.
Menteri Koordinator
Menyusul kemenangan
Jokowi atas Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden langsung, ia diangkat
menjadi menteri kabinet di tengah kritik atas pengalamannya dan pengaruh
politik ibunya. Penggantinya di parlemen, Alfia Reziani, baru dilantik pada
tahun 2016. Dia mengklaim sukses selama masa jabatannya, merujuk pada IPM yang
meningkat di samping kemiskinan yang lebih rendah dan statistik rasio Gini.[14]
Dia adalah satu-satunya menteri koordinator yang selamat dari dua perombakan
kabinet pada masa jabatan pertama Jokowi, mendorong media untuk
menggambarkannya sebagai "tak tersentuh".
Situs web revolusi mental
Pada 24 Agustus 2016,
dalam kapasitasnya sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan, Puan meluncurkan situs web, revolusimental.go.id, untuk
mempromosikan seruan Presiden Joko Widodo untuk "revolusi mental" di
Indonesia. Kementerian telah menerima dana anggaran sebesar Rp149 miliar pada
tahun 2015, yang mengakibatkan kritik ketika situs revolusi mental
"down" dua hari setelah diluncurkan. Pejabat mengklaim situs tersebut
telah diretas dan "hanya" menelan biaya Rp200 juta.
Laporan mencatat bahwa
beberapa kode skrip situs telah diambil dari barackobama.com, sebuah situs yang
dioperasikan oleh pendukung Barack Obama. Situs asli juga dibangun di atas tema
dari platform situs web sumber terbuka WordPress dan di-host di server bersama.
Situs web tersebut kemudian dikembangkan kembali, tetapi dikritik karena
"berbiaya berat, konten ringan". Puan membela situs tersebut, dengan
mengatakan: “Saya sangat ingin semua orang berpartisipasi dalam program ini
dengan mengikuti kegiatan serta memberikan pendapat atau kritik mereka kepada
kami.”
Skandal korupsi
Pada 22 Maret 2018, mantan
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto, saat diadili karena korupsi,
bersaksi Puan menerima suap sebesar $500.000 dari pengusaha Made Oka Masagung
sehubungan dengan program kartu identitas elektronik ketika dia menjadi anggota
legislatif, menjabat sebagai ketua Fraksi PDIP di DPR. Puan mengaku mengenal
Made Oka tetapi membantah membahas kasus e-KTP dengannya. Made Oka, yang
dipenjara selama 10 tahun karena perannya dalam skandal suap e-KTP, membantah
memberikan uang kepada legislator, mengatakan dia tidak ingat pertemuan dengan
mereka. Indonesia Corruption Watch meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
untuk memeriksa kebenaran tuduhan terhadap Puan. Ketua KPK Agus Rahardjo
mengatakan kesaksian Setya "hanya omongan" dan Puan tidak akan
dimintai keterangan jika tidak ditemukan bukti.
Ketua Dewan Perwakilan
Rakyat
Menyusul Pemilu April
2019 Indonesia, di mana hasil sementara menunjukkan PDIP memperoleh suara
terbanyak, Puan disebut-sebut menjadi Ketua DPR periode 2019–2024, menjadi
ketua wanita pertama di dewan. Dia juga telah mengindikasikan bahwa dia mungkin
mencalonkan diri kepresidenan pada tahun 2024. Secara individual, dia
memperoleh 404.034 suara untuk tiketnya ke dewan, terbanyak dari kandidat
legislatif mana pun di negara ini. Ia diangkat sebagai Ketua pada 1 Oktober
2019, menjadi wanita pertama yang memegang posisi tersebut.
Kehidupan pribadi
Puan menikah dengan pengusaha Hapsoro 'Happy' Sukmonohadi dan mereka memiliki dua anak. Menurut laporan media, Puan dan Happy menikah satu bulan sebelum masa reformasi yang diawali dengan pengunduran diri Soeharto pada Mei 1998. Saat itu, ibunda Puan, Megawati, adalah tokoh oposisi terkemuka di negara itu dalam rezim yang tidak mentoleransi oposisi kritis. Puan mengaku kesulitan menemukan tempat untuk pernikahan karena banyak pengelola gedung membatalkan pemesanannya. Pernikahan itu akhirnya digelar di rumah Megawati di Kebagusan di Jakarta Selatan. Puan mengatakan tidak ada pejabat negara yang hadir.