Kader IPNU kota Sorong, Papua Barat di arena Kongres XX IPNU, Jumat (12/8/2022). (Foto: NU Online/Suwitno) |
MEDIA IPNU - Kongres
merupakan agenda permusyawaratan tertinggi tiga tahunan bagi Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama (IPNU). Forum ini dihadiri oleh masing-masing perwakilan dari
pimpinan wilayah (PW) dan pimpinan cabang (PC) IPNU seluruh Indonesia. Tak
terkecuali Muhammad Rifa’i Gogobah, seorang kader IPNU dari Kota Sorong Papua
Barat yang baru kali ini bisa menghadiri kongres.
Demi bisa menghadiri Kongres XX IPNU di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Rifa’i harus menikmati rasanya diombang-ambingkan ombak di tengah lautan selama enam hari.
“Jadi, kami selama 6 hari
terombang-ambing di laut,” kata Rifa’i dikutip dari NU Online (Sabtu, 14/8/2022).
Perjalanan panjang ini
dimulai dari Pelabuhan Sorong, Papua Barat pada Sabtu (6/8/2022).
Kader IPNU Papua Barat
itu memilih menggunakan Kapal Pelni KM Labobar sebagai angkutannya. Kapal
tersebut akan mengantarkannya sampai Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, Jawa
Timur.
Namun, kapal tersebut
tidak langsung melintas ke tengah kepulauan Nusantara untuk sampai di Jawa,
melainkan transit di beberapa tempat. Dari Bumi Cendrawasih, kapal yang
ditumpanginya itu menepi di Ternate, Maluku Utara.
Kemudian, kapal bergerak
kembali menuju Bitung di Sulawesi Utara. Setelah itu, nakhoda Labobar
mengarahkan kemudinya ke Kota Palu, Sulawesi Tengah melintasi laut Sulawesi
yang berbatasan langsung di Negara Filipina. Kemudian, kapal bergerak lagi kea
rah barat untuk menurunkan jangkarnya di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.
Terakhir, kapal yang
memuat ribuan penumpang itu berjalan melintang ke selatan melintasi Laut Jawa
guna sampai di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Rifa’i dan rekan-rekannya
tiba di Kota Pahlawan itu pada Kamis (11/8/2022) Subuh.
Untuk perjalanan panjang
itu, ia harus merogoh kocek sekitar Rp 1,6 juta untuk tiket dan bekal di kapal.
Satu tiket perjalanan dihargai Rp 615 ribu. Selama perjalanan tersebut, Rifa’i
merasakan agak mual karena gelombang ombak yang cukup besar dan belum
terbiasanya kembali untuk perjalanan jauh berkendara kapal.
Dari ibukota Jawa Timur
itu, rombongan kader IPNU Papua Barat melaju menuju Jakarta dengan menggunakan
bus tujuan akhir Terminal Pulogebang, Jakarta Timur. Kemudian dilanjut dengan
menumpang angkutan umum dari Pulogebang ke Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta
Timur.
Sistem Baru Peserta
Kongres
Kongres kali ini, panitia
secara sangat ketat melakukan penyaringan. Sebelumnya, PP IPNU memang gencar
melakukan klasterisasi dan akreditasi pada setiap cabang. Peraturannya, bagi
cabang yang kurang masif dalam melakukan kaderisasi, maka tidak akan punya
suara dan tidak berhak menjadi peserta penuh dalam kongres.
Menurut Rifa’i,
persyaratan tersebut menjadi kendala tersendiri bagi IPNU yang berada di
Indonesia bagian Timur, khususnya yang berasal dari Papua. Meski tidak mendapat
hak menjadi peserta penuh dan memiliki suara dalam kongres, Rifa’i tetap merasa
bersyukur karena sudah bisa menghadiri agenda kongres di Jakarta. Hal tersebut
juga menjadi motivasi dan introspeksi bagi kepemimpinannya di IPNU Kota Sorong.
“Jadi pelajaran, lebih
disiplin lagi soal informasi dari pusat, lebih digenjot dari semangat
kaderisasi, khususnya IPNU Kota Sorong. Kami introspeksi diri untuk lebih
sejauh ini sudah bergabung di IPNU selama ini,” kata pria yang tengah studi
Bimbingan Penyuluhan Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sorong itu.
Gambaran IPNU di Kota
Sorong
Rifa’i sebagai kader IPNU Papua Barat menggambarkan, IPNU-IPPNU di Kota Sorong saat ini berjalan lancar. Beberapa waktu lalu sempat mengadakan Masa Kesetiaan Anggota (Makesta). Rencananya, selepas kongres ini, PC IPNU Kota Sorong akan mengadakan Latihan Kader Muda (Lakmud) dan pembentukan dua pimpinan anak cabang.
“Basis kaderisasi di
sana, sekolah dan mahasiswa. Pesantren belum, hanya sekolah menengah atas dan
jenjang perguruan tinggi. Kegiatan di sana selama ini, kita mengadakan
Makesta-Makesta saja dan perayaan hari-hari besar seperti Isra Miraj, maulid
Nabi, halal bihalal dan pengajian rutin bulanan,” jelas kader IPNU Papua Barat
itu.
Agenda-agenda yang
digelar itu dipusatkan di tengah kota. Sementara kader-kader yang ada di
pelosok Kota Sorong, terutama di daerah kepulauan, harus terlebih dulu
menyeberang menggunakan perahu untuk datang ke kota mengikuti kegiatan-kegiatan
seperti Makesta.
Terhitung, jumlah kader
IPNU Papua Barat di sekitar kepulauan ada sekitar 50 orang. Sementara di kota
ada lebih dari 100 kader. Sayangnya, meskipun PC IPNU Kota Sorong sudah aktif
mengadakan kegiatan-kegiatan, termasuk kaderisasi dan peringatan hari-hari
besar Islam, tetapi PW IPNU Papua Barat justru mati secara organisasi.
“PW IPNU sempat
terbentuk, namun ada satu dan lain hal yang membuat kita sempat tidak lanjut
lagi, tapi insyaallah selepas kongres nanti (PW IPNU Papua Barat) dibentuk
lagi,” pungkasnya.
Kader IPNU Papua Barat
perlu diapresiasi semangatnya. Kehadiran kader IPNU Papua Barat dalam Kongres
bisa memotivasi yang lain. Kemudian, perjuangan kader IPNU Papua Barat harus
ditularkan kepada kader-kader di seluruh tanah air. Semoga kader IPNU Papua
Barat dan seluruh kader di tanah air bisa selalu semangat dalam berproses.(dn)
Temukan pula artikel menarik Media IPNU di Google News
Baca juga: