Puisi WS Rendra: Gumamku, Ya Allah! |
MEDIA IPNU - Puisi WS Rendra berjudul “Gumamku, ya Allah”. Dr.H.C Willibrordus Surendra Broto Rendra, S.S., M.A. (7 November 1935 – 6 Agustus 2009) atau dikenal sebagai W.S. Rendra adalah penyair, dramawan, pemeran dan sutradara teater berkebangsaan Indonesia.
Puisi WS Rendra: Gumamku, ya Allah
Angin
dan langit dalam diriku,
gelap
dan terang di alam raya,
arah
dan kiblat di ruang dan waktu,
memesona
rasa duga dan kira,
adalah
bayangan rahasia kehadiran-Mu, ya Allah!
Serambut
atau berlaksa hasta
entah
apa bedanya dalam penasaran pengertian.
Musafir-musafir
yang senantiasa mengembara.
Umat
manusia tak ada yang juara.
Api
rindu pada-Mu menyala di puncak yang sepi.
Semua
manusia sama tidak tahu dan sama rindu.
Agama
adalah kemah para pengembara.
Menggema
beragam doa dan puja.
Arti
yang sama dalam bahasa-bahasa berbeda.
Nama
WS Rendra bukanlah nama asing dalam jagat sastra Indonesia. Namanya sangat
legendaris dengan karya- karyanya yang bermutu dan mempesona. Tidak hanya
bahasa dan diksinya yang apik, tetapi pesan-pesan yang tercantum dalam karya-karyanya pula mampu meluluhkan jiwa pembacanya. Tidak heran, apabila sebagian
karya puisinya sering jadi bahan ajar maupun bahan naskah lomba puisi dalam
berbagai event.
Penyair
yang memiliki nama lengkap Willybrondus Surendra Bhawana Rendra Brotoatmojo ini
telah menerbitkan sebagian buku puisi. Dalam data di Wikipedia.com, ada dekat
12 judul buku puisi yang telah diterbitkan. Antara lain Balada Orang-Orang
Tercinta, Blues buat Bonnie, Sajak Sepatu Tua, dan sebagian judul yang lain.
Di
antara sebagian buku yang telah terbit, tampaknya ada sebagian puisi Rendra
yang belum diterbitkan. Doa buat Anak Cucu yang diterbitkan Bentang Pustaka
ialah buku yang berisi puisi- puisi Rendra yang belum pernah dibulikasikan,
baik di media maupun buku. Buku yang didedikasikan buat anak cucu bangsa ini
memuat sebagian puisi dengan beragam tema. Dari kasus nasionalisme, budaya
korupsi, cinta kepada sang Pencipta, hingga rekam jejak kerusuhan Mei 1998
silam.
Sajak
Bulan Mei 1998 di Indonesia ialah judul puisi Rendra yang menggambarkan
peristiwa yang pernah terjalin menjelang reformasi. Di disaat sebagian aktivis
meneriakkan reformasi buat melengserkan pemimpin Orde Baru yang berkuasa lebih
dari 3 puluh tahun. Dalam sajak ini, Rendra begitu jelas melukiskan tentang
gimana perjuangan anak bangsa, para aktivis buat sesuatu pergantian. Di disaat
mayat- mayat bergelimpangan dan darah bercampur mesiu senapan petugas yang
menguar di hawa.
Mari
kita lihat petikan sajak tersebut: Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-
raja/Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalanan/ Amarah merajalela
tanpa alamat/ Ketakutan mencuat dari sampah kehidupan/ Benak kusut membentur
simpul- simpul sejarah.
Rendra
pula dengan penuh satire menggambarkan bentuk para politisi dalam sajaknya
berjudul Politisi Itu Ialah. Dalam sajak ini, Rendra menggambarkan gimana
sebetulnya sifat para politisi dengan aneka tipu dayanya. Politisi yang hanya
pandai berdialog pada disaat kampanye demi menggapai simpati rakyat. Tetapi,
janji tinggal janji. Begitu mereka duduk di kursi singgasana pemerintahan,
mereka segala kurang ingat dengan janji mereka.
Para
politisi berpakaian apik/ Mereka turun dari mobil langsung tersenyum maupun
melambaikan tangan/ Di muka kamera televisi mereka mengatakan jika pada umumnya
keadaan baik, kecuali adanya unsur- faktor gelap yang direkayasa oleh lawan
mereka/ Dan mereka pula mengatakan jika mereka hendak mengetuai bangsa ke arah
persatuan dan kemajuan.
Apa
yang ditulis oelh Rendra dalam sajak tentang politisi itu memanglah benar
adanya. Di masa dikala ini, tidak ada seorang pula politisi yang tidak
bermanis- manis wajah dan lidah. Mereka dengan begitu cerdiknya berdialog
hingga berbusa- busa. Terlebih, sebagian ada yang menyerang lawan politiknya
dengan membabi- buta. Segala dicoba demi menarik simpati sesaat menjelang
kampanye pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden.
Sajak-
sajak Rendra yang ditulis pada medio 1998 ini masih sangat relevan dengan
keadaan dikala ini. Jika wajah para politisi, dari dulu hingga dikala ini
memanglah demikian adanya.
Sajak-
sajak religius Rendra dalam novel ini pula mampu menyejukkan jiwa pembaca.
Lewat sajak- sajak yang antara lain berjudul Doa, Gumamku, ya Allah dan Tuhan,
Aku Cinta pada- Mu, Rendra ingin mengajak pembaca buat meresapi kata- kata
penuh makna yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Rendra menggambarkan gimana
manusia sepatutnya berlagak dan mengabdi pada sang Pencipta. Jika manusia ialah
makhluk lemah yang tidak sepantasnya buat berlagak pongah.
Allah
memandang hati/Manusia memandang raga/Hamba bersujud kepada-Mu, ya Allah!/Karena hidupku, karena matiku.
Kumpulan
sajak setebal 100 halaman tidak cuma berisi sajak- sajak bermutu hasil karya
penyair yang memiliki julukan Si Burung Merak ini, pula dilengkapi biografi
pendek WS. Rendra. Baik tentang masa hidupnya (Rendra meninggal pada 2009),
ekspedisi kepenyairannya, hingga seputar karya-karyanya yang bermutu dan
melegenda yang banyak jadi rujukan penyair- penyair muda berumur ini.(dh)
Baca juga: