Pandangan Pelajar Terhadap Fenomena Klitih |
MEDIA IPNU - Ahad, 26 Juni 2022- Pimpinan Anak Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPNU IPPNU) Kemantren Umbulharjo mengadakan kegiatan berupa diskusi pelajar dengan tema “Pandangan Pelajar Terhadap Fenomena Klitih” di Pondok Pesantren Darul Ulum Wal Hikam Yogyakarta.
Latar belakang kegiatan ini ialah untuk mengasah
kemampuan berpikir kritis dan mencoba untuk memberikan sumbangan ide terhadap
fenomena yang terjadi pada suatu wilayah khususnya di Yogyakarta. Diskusi yang
dihadiri oleh kurang lebih 20 orang tersebut memiliki tiga pokok bahasan yaitu
mengenai makna, faktor penyebab dan solusi yang bisa diberikan untuk merespon
fenomena klitih yang beberapa waktu ini cukup viral dan meresahkan.
Secara singkat klitih dimaknai sebagai kegiatan tanpa
tujuan yang dilakukan oleh sekelompok anak remaja di malam hari. Beberapa waktu
terakhir, pengertian tersebut mulai berkembang, yang awalnya hanya jalan-jalan
malam tanpa tujuan menjadi kegiatan sekelompok remaja yang erat dengan menakut-nakuti
hingga melukai orang lain. Faktor penyebab terjadinya klitih sangat beragam,
seperti faktor dari dalam diri remaja, lingkungan hingga adanya indikasi
kepentingan beberapa oknum.
Nahara selaku kader IPPNU sekaligus mahasiswi STIKES
Surya Global mengemukakan “Pelaku klitih cenderung terjadi pada
remaja-remaja yang memiliki problem pada mentalnya dan kurang kasih sayang dari
orang tua”. Pernyataan tersebut didukung oleh Widya “Pelaku klitih atau
kenakalan remaja cenderung menimpa keluarga broken home”.
Sedikit berbeda dengan yang dikemukakan oleh Ova, santri
PP Ulul Albab Yogyakarta ini lebih menekankan bahwa “Perilaku klitih
dilakukan untuk mencari eksistensi diri” bahkan Munir menganggap bahwa
fenomena klitih itu tidak hanya mengarah kepada kenakalan remaja tapi terdapat
unsur persaingan ekonomi juga.
Lulusan ekonomi syariah STEBI Al Muhsin ini mengatakan “Klitih
atau kenakalan remaja ini pada hakikatnya terjadi diberbagai daerah dan itu
wajar-wajar saja tapi mengapa istilah ini lebih viral di Yogyakarta? Hemat
saya, kemungkinan ini juga digunakan untuk menggiring opini bahwa di Yogyakarta
sudah tidak nyaman lagi sehingga para wisatawan akan mencari tempat lai untuk
berwisata”.
Kemudian, bagaimana peran pelajar khususnya IPNU IPPNU
dalam menyikapai fenomena klitih tersebut?. Jika melihat beberapa faktor
penyebab terjadinya klitih maka yang perlu disoroti ialah aspek pribadi remaja,
orang tua dan lingkungan khususnya teman sebaya.
Ada beberapa opsi yang bisa dilakukan oleh pelajar IPNU
IPPNU yaitu “memberikan edukasi, layanan konsultasi dan mengikuti organisasi,” ungkap Rizai & Balya.
Pertama, edukasi kepada remaja dan orang tua terkait
kenakalan remaja. Tujuannya ialah memberikan berbagai macam gambaran
perilaku-perilaku negatif remaja dan macam-macam pola asuh yang tepat. Kegiatan
bisa dilaksanakan melalui seminar atau sosialisasi di setiap kecamatan dengan
narasumber Kapolsek, BNN, Psikolog maupun lembaga-lembag yang menaungi para
remaja.
Kedua, memanfaatkan layanan konseling pelajar. Layanan
tersebut bisa didapatkan di beberapa platform, seperti Unala maupun lembaga
konseling pelajar NU. Tujuannya ialah agar para remaja memiliki wadah untuk
mencurahkan keluh kesahnya sehingga emosi-emosi yang dimiliki bisa tersalurkan
dengan baik apalagi bagi remaja yang memang kurang mendapatkan perhatian dari
keluarganya.
Ketiga, bisa mengikuti organisasi-organisasi pelajar,
baik yang ada di dalam sekolah maupun luar sekolah. Salah satunya bisa
mengikuti IPNU IPPNU. Mengapa? Karena di dalamnya cenderung melaksanakan kegiatan
yang positif, baik dari segi pendidikan, keagamaan hingga pengembangan bakat
dan minat.(*)
*Penulis: Muhammad Rizai (Ketua PAC IPNU Kemantren Umbulharjo)