Literasi Media adalah Metode Jitu Hadapi Hoax | Foto: freepik.com |
MEDIA IPNU - Literasi media adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi pencitraan media. Kemampuan untuk melakukan hal ini ditujukan agar pemirsa sebagai konsumen media menjadi sadar tentang cara media dikonstruksi dan diakses. Literasi media adalah metode jitu untuk hadapi informasi hoax.
Selain literasi media,
ada pula istilah literasi digital. Literasi digital dan literasi media
mempunyai arti penting dalam kehidupan. Penggunaan media sosial khususnya,
makin hari semakin intens dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
sehari-hari.
Ketergantungan masyarakat
dengan mesin pencari atau Google serta platform informasi lain, tampaknya
internet ini menjadi sebuah solusi dalam mencari sebuah informasi. Mesin
pencari memiliki berbagai keunggulan dalam memperoleh informasi salah satunya
mudah dan cepat.
Demikian juga dengan
media sosial sebagai salah satu akses informasi alternatif. Untuk memilah
informasi dari banyak sumber yang tersedia, setiap individu memerlukan
pengetahuan khusus tentang hal ini. Dengan adanya berbagai macam informasi,
perlu adanya kemampuan khusus yang diimbangi dengan literasi digital.
Dengan memiliki kemampuan
tersebut seseorang akan lebih bisa mengontrol dan menyeleksi informasi ataupun
berita yang tersebar dengan akurat.
Ketika individu menerima
informasi ketika sedang menggunakan internet dan media sosial literasi digital
ini dapat digunakan untuk melindungi dari adanya berita hoax.
Seiring
perkembangan era digital, dengan jumlah informasi yang selalu dibuat
setiap harinya bahkan tak hanya 1 atau 2 namun beribu informasi yang dibuat
tiap harinya. Kebutuhan literasi selalu melibatkan teknologi, sosial, dan
kognitif dalam menghadapi perkembangan teknologi digital.
Pengguna harus dapat
menguasai tantangan tersebut akibat meningkatnya laju internet. Kemampuan ini
dapat meliputi : kemampuan dalam mengoprasikan gadget ataupun komputer,
menguasai informasi dalam jumlah yang besar, dan dapat menilai masalah secara
kritis dan alami.
Tujuan lain dari memiliki
kemampuan dalam literasi digital adalah untuk memberikan control lebih dalam
memaknai pesan yang melintas di media digital. Keseluruhan pesan media memiliki
makna yang terlihat, disertai dengan banyak makna yang lebih didalamnya.
Perbedaan tersebut tentu saja membuat perbedaan kontrol individu dalam proses
mengolah informasi yang ada.
Individu dengan tingkat
literasi yang rendah lebih mudah menerima makna yang tampak, dibuat dan
ditentukan oleh pembuat berita. Dari keterbatasan perspektif ini memiliki
tingkatan yang lebih kecil, dangkal, dan kurang tertata, sehingga tidak mampu
untuk digunakan dalam proses pemberitaan pada media. Akhirnya, individu
tersebut akan sangat sulit untuk membedakan keakuratan informasi dalam memilah
dan memahami.
Sedangkan individu yang
memiliki tingkat literasi yang tinggi akan sangat efektif dalam menggunakan
rangkaian kemampuan interpretasi. Individu itu akan bisa menempatkan pesan
media pada konteks pengetahuan dengan baik. Sehingga ia pun mampu
menginterpretasikan pesan apapun dengan dimensi yang berbeda, ia dapat
menyeleksi semua pilihan dan kontrol menjadi semakin akurat dari berbagai sudut
pandang.
Apabila kita sadar
memilih media tertentu dan secara aktif mengatur informasi yang akurat dari
terpaan tersebut, secara tidak langsung hal tersebut membangun pengentahuan
kita. Dengan kuat nya pengetahuan yang kita miliki, kita dapat meningkatkan
apresiasi terhadap media baru.
Literasi Media adalah Keharusan Bagi Pengguna Mesos
Literasi media tidak
dapat dipisahkan dari media sosial karena orang Indonesia sudah sangat banyak
pengguna media sosial. Dalam menggunakan nya tentu memakai internet dan tidak
semua orang yang dapat menggunakan nya dengan bijak karena merasa memiliki hak
dalam berpendapat dengan bebas. Akhirnya, muncul kasus berita yang tersebar
adalah berita yang salah dan tidak dapat ditanggung jawabkan.
Menurut data yang
dihimpun perusahaan riset We Are Social, pertumbuhan jumlah pengguna internet
juga dibarengi dengan peningkatan jumlah pengguna layanan media sosial. Hanya
79 juta pada 2016, angka tahun berikutnya naik menjadi 106 juta pengguna.
Pengguna yang aktif menggunakan media sosial di perangkat seluler juga
meningkat dari 66 juta menjadi 92 juta.
Dari sisi peningkatan
jumlah pengguna layanan media sosial tersebut, Indonesia bahkan menempati
posisi ketiga dunia. Kami berhasil mengalahkan negara-negara seperti Brazil dan
Amerika Serikat, dan hanya kalah dari China dan India. Khusus untuk jumlah
pengguna Facebook, We Are Social mengklaim Indonesia masih menempati posisi
keempat dalam daftar negara pengguna Facebook terbanyak, dengan total seratus
enam juta pengguna. Indonesia hanya kalah dari Amerika Serikat, India, dan
Brasil (Pratama, 2017).
Tidak sedikit pengguna platform media sosial memiliki lebih dari satu akun. Memiliki akun yang banyak tentunya akan membuat seseorang lebih mudah dalam memperoleh informasi, berikut adalah beberapa contoh platform media sosial :
- Platform informasi contohnya Google, merupakan platform yang memiliki informasi yang dapat diakses secara bebas dan cepat hanya dengan satu kali ketuk.
- Platform yang dapat digunakan untuk menonton video, berbagi video secara gratis dan untuk zaman sekarang bisa mendapatkan penghasilan contohnya adalah YouTube.
- Aplikasi yang hanya bisa mengunggah konten singkat dan memiliki daya tarik tersendiri contohnya Twitter.
- Platform yang membagikan foto atau video secara singkat serta dapat menjalin pertemanan secara virtual contohnya Instagram.
- Platform permainan sekarang menjadi trend tersendiri bagi penggemarnya, bisa dilakukan secara online dapat bermain dengan teman lainnya disebut online gaming.
Penggunaan media sosial
dengan berbagai platform disebut-sebut sebagai wadah kebebasan berekspresi di
dunia maya. Kebebasan berekspresi yang dijamin oleh Pasal 19 Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia dan Pasal 28E UUD 1945 termasuk kebebasan untuk
berpendapat tanpa gangguan dan untuk mencari, menerima, dan berbagi informasi
dan gagasan melalui media apa pun dan tanpa memandang batas-batas negara.
Kebebasan ini terdiri
dari dua bentuk, yaitu kebebasan berpendapat dan berekspresi. Dalam kebebasan
berpendapat, individu memiliki hak untuk menyatakan pendapatnya dalam ucapan,
tulisan, atau sebagainya.
Sementara itu, kebebasan
berekspresi mencakup ekspresi yang lebih luas, termasuk melalui materi
audiovisual, ekspresi budaya (tarian dan lagu), seni dan politik, serta gerakan
lainnya melalui tagar dan aksi sosial. Semua ini menjadi lebih mudah dilakukan
dengan perantara media sosial.
Namun, penggunaan media sosial sebagai saluran kebebasan berekspresi masih dikaitkan dengan kelebihan dan kekurangan. Disisi lain internet dapat selahkah lebih maju dalam menjalin hubungan dengan negara berkembang dan negara maju. Akses ke informasi dan dukungan sosial dapat meningkat. Mengingat warga Indonesia memiliki keterkaitan yang tinggi dalam menggunakan media sosial seperti Instagram dan Twitter.
Penulis: M. SYARIFUDDIN (Nganjuk)
Baca juga: