Ekstrakurikuler IPNU di Sekolah dan Alasan Mengapa Harus Diwujudkan
MEDIA IPNU - Ekstrakurikuler IPNU di Sekolah dan Alasan Mengapa Harus Diwujudkan. Mengawali
tulisan ini, penulis mencoba mengajak untuk menelaah serta berintrospeksi
dengan deretan pertanyaan: berapa banyak siswa yang sudah mengenal IPNU? Berapa
banyak sekolah yang telah terbentuk komisariat (PK)? Atau, sudahkah IPNU
benar-benar hadir di dunia pelajar? Menjadi wadah solutif kenakalan para
pelajar sekolah. Baik tingkat pertama maupun tingkat atas.
Ataukah malah sebaliknya,
IPNU justru tidak pernah serius hadir di tengah-tengah para pelajar yang haus
akan ilmu, moral dan nilai-nilai religiusitas. Menjadi agen perubahan dan
pilihan terbaik tempat para pelajar menimba pengalaman.
Penulis menilai, hanya
sedikit tingkatan IPNU di Indonesia yang benar-benar serius menggarap ruang
kosong pelajar. Alasan klasik, Ekstrakurikuler IPNU di Sekolah sulit dibentuk.
Padahal aturan main
organisasi IPNU sudah membolehkan pembentukan IPNU di tingkat sekolah swasta,
negeri yang tak lagi menggunakan cara formil (perizinan). Melainkan pembentukan
dapat dilakukan di luar agenda KBM dan sekolah. Menjadi ekstrakurikuler yang
dibina oleh pengurus tingkatan kecamatan maupun desa.
Akibatnya, organisasi
yang telah lahir sejak 68 tahun silam ini, justru hanya dipandang umum oleh
masyarakat sebagai wadah keagamaan saja. Asumsi pergerakan IPNU cenderung
dikenal sebatas penjaga tradisi keagamaan Nusantara: tahlilan, marhabanan,
manaqiban dan lain sebagainya. Meski hal itu juga tak ditampik.
Selain itu, stigma
lainnya yakni, IPNU masih terjebak dalam ruang rutinitas, hingga berdampak
asingnya IPNU dalam dunia pelajar-pelajar umum. Kejumudan atau kemandekan ini
harus secepatnya dibenahi agar keberadaan IPNU benar-benar menjadi pembeda dari
organisasi sejawatnya.
Budaya keagamaan memang
patut dijaga bersama, namun sebagai generasi pelajar NU melakukan amaliyah saja
tak cukup. Nilai dari budaya keagamaan juga lebih penting sehingga dalam proses
rutinitas keagamaan tidak terlalu kosong: tanpa pemahaman.
Bagi penulis, IPNU tidak
hanya hadir dalam lingkup amaliyah. IPNU merupakan organisasi pemikir dan
penggerak. Keduanya harus hadir dalam tubuh IPNU. Menjadi taswirul afkar
Nahdlatul Ulama. Kader-kader IPNU tidak boleh diam dengan rutinitas tapi harus
mau menjaga nilai rutinitas itu.
Bukan hanya itu, IPNU
harus mampu menguasai pasar dakwah media sosial. IPNU harus ikut hadir dalam
persoalan keagamaan pada kalangan pelajar. Sementara sejauh ini, organisasi
berbasis keagamaan di sekolah hanyalah Rohis (Rohani Islam). Tak ayal para
pelajar yang haus akan agama memilih rohis sebagai wadah.
Walhasil, Rohis menjadi
one man show. Tak memiliki lawan dalam kancah pergerakan pelajar. Padahal jika
dirunut, Rohis disinyalir merupakan kepanjangtanganan kelompok Islam kanan yang
berparadigma keras dan ekstrimis serta menginginkan berdirinya negara Islam.
IPNU sekembalinya menjadi
organisasi pelajar dengan anggota yang mayoritas berusia 13-27 tahun harus
mampu berkontribusi pada kalangan pelajar yang akhir-akhir ini memilih kelompok
hijrah (Islamis tekstualis). Gerakan kelompok hijrah ini diakui, lebih
sistematis hingga pada tahap pendistribusian para jemaahnya. Hal itu pun
menjadi pekerjaan rumah besar IPNU.
Sementara tak ayal IPNU
seringkali mandek karena konflik internal hingga akhirnya lalai dalam
memberikan edukasi keagamaan pada kalangan pelajar.
Oleh karena itu, sebagai
seorang kader IPNU, penulis berharap IPNU di Kabupaten Cirebon seluruh
tingkatan sebaiknya harus fokus pada dunia pelajar di SMK, SMA, MA, SMP, MTS
atau setingkatnya. Baik PC, PAC hingga Pimpinan Ranting (PR) harus bahu membahu
membentuk Pimpinan Komisariat di sekolah-sekolah.
Sebagaimana dawuh Dr KH
Wawan Arwani Amin, Kabupaten Cirebon merupakan kabupaten NU. Jika memang
demikian, maka minimalnya proses kaderisasi IPNU di wilayah sekolah harus
benar-benar dioptimalkan dengan diawali semua sekolah di bawah ma’arif NU
dibentuk PK.
Banyaknya pekerjaan rumah
membentuk PK di sekolah, menjadi alasan mengapa keberadaan PKPT (Pimpinan
Komisariat Perguruan Tinggi) di Kabupaten Cirebon juga belum dibutuhkan. Bahkan
menjadi tak relevan. Tak perlu buang-buang energi menghadirkan PKPT di kampus.
Sementara sudah ada wadah NU lainnya yang mewadahi mahasiswa: KMNU, PMII dan
Matan.
Program besar yang harus
saling bersinergi yakni mengoptimalkan kaderisasi di sekolah. Hal itu tentu
juga harus didukung oleh seluruh elemen dan stakeholder yang ada. Baik PCNU,
banom NU lainnya maupun pemerintah setempat. Terutama Lembaga Pendidikan
Ma’arif NU yang mewadahi sekolah-sekolah afiliasi NU. Maupun peran guru-guru NU
yang tergabung dengan Pergunu (Persatuan Guru NU).
Akhirnya, jika
berduyun-duyun membantu IPNU hadir di sekolah, maka tak mungkin ke depan
keberadaan Rohis akan semakin terkikis. Dan para siswa-siswi sekolah sebagai
investasi bangsa dan negara akan menjadi orang-orang yang toleran, beradab,
berilmu.
Salam pelajar!
Penulis: Sihabudin (Sekretaris PC IPNU Kab. Cirebon 2021-2023)
Baca juga: