Digital Data Technology, Database Jangan Sampai Bocor | ilustrasi: freepik.com |
MEDIA IPNU - Digital data technology, database jangan sampai bocor. Di masa
pesatnya pertumbuhan teknologi digital di kala ini, informasi ialah komponen
berarti serta perkembangannya ialah sesuatu perihal yang tidak bisa dipisahkan.
Pada tahun 2018, lebih dari 2.5 quntillion bytes informasi dihasilkan dari
kegiatan pemakaian teknologi tiap harinya, serta diproyeksikan hendak terus
meningkat kedepannya.
Tetapi, disamping massifnya penciptaan informasi yang dihasilkan tiap harinya, kerap kita temukan bermacam permasalahan tentang kejahatan cyber yang tidak lain berawal dari kebocoran informasi individu seorang.
Keamanan Digital data technology di Indonesia
masih dinilai kurang. Bersumber pada ThreatMetrix Q2 Cybercrime Report, daerah
Asia Pasifik hadapi kenaikan sebesar 45% dalam kejahatan cyber. Perihal ini
pula dibuktikan dengan berita-berita seputar permasalahan kebocoran informasi
di tanah air semacam bocornya informasi 2 juta nasabah BRI Life, bocornya serta
diperdagangkannya informasi 91 juta akun Tokopedia pada tahun 2020, serta masih
banyak lagi.
Permasalahan kebocoran
informasi ini pastinya bisa diakibatkan oleh bermacam- macam perihal semacam
orang- orang yang tidak bertanggung jawab, serbuan siber semacam malware,
apalagi pula kerap diakibatkan oleh human error dari para owner informasi itu
sendiri.
Memanglah, permasalahan
kebocoran informasi biasanya terjalin di luar kendali kita selaku pengguna
teknologi. Tetapi walaupun begitu, ada sebagian upaya yang bisa dicoba buat
melindungi keamanan informasi kita dan meminimalisir terbentuknya kebocoran informasi.
Upaya awal merupakan
dengan mengubah password akun-akun yang dipunyai secara teratur, serta membuat
password yang berbeda pada masing-masing akun yang pastinya mempunyai
tingkatan kekuatan yang baik. Terdapat baiknya pula buat memakai two-factor
authentication, yang dimana perihal ini membagikan susunan keamanan bonus pada
akun yang ditautkan.
Upaya kedua yang bisa
dicoba merupakan dengan tidak membuka tautan dari orang tidak diketahui serta
ataupun dari sumber yang tidak terpercaya. Perihal ini kerap diucap selaku
phising, serta kerap digunakan oleh para peretas buat memperoleh akses
informasi individu pada gawai pengakses.
Upaya yang terakhir
merupakan dengan tidak membuang resi hasil belanja online, ataupun dokumen yang
muat bukti diri ataupun informasi individu secara sembarangan. Perihal ini
memanglah terdengar sangat remeh tetapi bisa jadi dini mula terbentuknya
kebocoran informasi individu. Sangat disarankan buat tidak membuang dokumen
tersebut secara utuh-utuh. Selaku contoh, dokumen-dokumen yang muat informasi
individu tersebut bisa dirobek sampai kecil- kecil ataupun terbakar terlebih
dulu saat sebelum dibuang.
Upaya proteksi informasi
di tengah derasnya arus pertumbuhan teknologi dan maraknya kejahatan siber
dikala ini ialah tantangan yang lumayan berat untuk seluruh pihak. Harmonisasi
antara pemangku kebijakan, masyrakat universal, dan pihak lembaga yang
mempunyai informasi berbasis digital ini sangat dibutuhkan buat menaungi
informasi warga.
Bimbingan lebih lanjut terhadap warga tentang berartinya melindungi informasi individu tiap-tiap pula butuh buat dicoba. Sokongan pemerintah setempat berbentuk kebijakan proteksi Digital data technology, dan infrastruktur penunjang pula sangat dibutuhkan supaya keamanan informasi di Indonesia lebih terjamin.(dh)
Baca juga: