Foto: freepik.com |
MEDIA IPNU - Telusur naskah dengan Pemanfaatan in-depth value berbasis Peninjauan pada Satuan Kurikulum Merdeka yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kurikulum Merdeka harus bisa hadirkan asas kemanusiaan.
Teringat perkataan dari Kahlil Gibran bahwa dalam berpetualangan, seseorang tak mungkin menggenggam banyak emas di tangannya. Begitupun dengan apa yang menjadi arti dari kemanusiaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah berarti dapat ‘saling mengerti satu sama lain’. Maka tidak mungkin kita sebagai pencari menggunakan ketamakan untuk itu.
Di dalam satuan kurikulum merdeka, pembelajaran asinkronus perlu dilakukan sesekali karena adaptasi teknologi perlu untuk diperkenalkan dengan peserta didik. Penulis mencoba mempraktekkannya dengan membuat daftar kebutuhan siswa untuk kemudian dikomunikasikan dengan guru kelas terlebih dahulu.
Orientasi utama dari adaptasi teknologi ini hendaknya adalah untuk mengedepankan sekolah menuju Society 5.0. Mengingat tenaga pengajar di sekolah di bawah kementerian pendidikan dan kebudayaan kerap memiliki kendala dalam kuantitas maupun kualitas karena akan memerlukan keseimbangan antar keduanya untuk memupuk peserta didik yang berorientasikan pada pembelajaran karakter.
Baca juga: Siakad ATVI dan Fungsinya, Serta Sejarah ATVI Sejak '98
Kepemilikan barometer pelaksanaan kurikulum merdeka pada setiap sekolah memiliki perbedaan dalam aspek praksis, hal ini adalah bentuk dari bagaimana pelaksanaan kurikulum merdeka dapat berjalan sebagaimana mestinya; pelaksanaan berorientasikan pada peserta didik yang bersifat leluasa.
Penulis meyakini bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik, termasuk diantaranya melakukan proses belajar mengajar dengan terlibat dengan peserta didik. Pertama, penuls berpikir bahwa semua akan berjalan sesuai dengan semestinya. Fakta bahwa hal-hal itu kiranya tidak lebih dari sekadar bagaimana 'perspekstif' itu hidup dan dihidupkan.
Penulis mencoba berbaur dengan anak-anak peserta didik yang mungkin kiranya akan membantu untuk mengerti bagaimana mereka memandang dunia. Tentang perspektif, tanpa penulis sadari dari awal bahwa mereka menaruh atensi terhadap hal-hal kecil, mengingat bagaimana aspek tersebut dapat dilihat dengan kacamata bersama. Kita ambil contoh bahwa peserta didik mengerti bagaimana cara untuk melakukan permainan-permainan kolektif. Tanpa disuruh pun mereka tahu apa yang akan dilakukan, selayaknya sekolah adalah taman.
Kurikulum Merdeka, Merdeka Belajar
Foto: freepik.com |
Ialah Ki Hadjar Dewantara yang menginginkan bahwa sekolah itu sebagaimana taman yang anak-anak bermain di dalamnya enggan untuk pulang karena senang. Perasaan itulah yang ingin penulis bawakan pada tulisan ini --- Merdeka Belajar. Terlebih mengingat kondisi lapangan yang ada di depan mata terkait persoalan pendidikan yang kompleks, terlalu sederhana dan nampak klise apabila dituliskan.
Sehingga tetap saja, semua berjalan sebagaimana angan kecuali memang dibersamai dengan fakta bahwa dalam rangka menghadirkan senyuman anak-anak yang datang dengan keinginan untuk belajar haruslah membuat ruang belajar yang mereka bisa bermain riang bersama sesama, tanpa mempedulikan apakah mereka benar-benar akan beranjak dewasa atau sebaliknya; merawat memori hari ini. Sejujurnya, tidak mudah untuk menerka-nerka, tidak pula sesulit untuk mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Kurikulum Merdeka harus hadirkan asas kemanusiaan. Salah satu komponen dari ilmu pengetahuan adalah ia yang bebas nilai. Terlepas dari suatu kecenderungan tertentu, kecuali kecenderungan akan gandrungnya si pembelajar pada keadilan dan kebenaran maka ia bebas untuk menimba ilmu dalam perspektif Islam, mengajarkan bahwa setidaknya merawat satu kehidupan telah selayaknya merawat seluruh kehidupan di muka bumi ini.
Nampaknya, penulis ingin belajar lebih dan mendalami lebih dari sekadar mengetahui belaka. Mengajarkan tata krama dengan hal-hal sederhana, penulis mengajak peserta didik untuk mengenali diri mereka sendiri melalui sebuah sistem yang membangun bernama Kurikulum Merdeka.
Penulis: Wahyu Chandra Zein (Mahasiswa Fakultas Hukum UNISMA-Malang)