instagram: @chhyaa |
Secara administrasi, mengenai siapa yang berhak disebut kader sebenarnya memang sudah diatur, yaitu mereka yang sudah mengikuti Lakmud. Namun lebih jauh dari itu, kader ialah mereka yang dalam hatinya selalu terpanggil untuk berjuang membesarkan organisasi.
Substansi seseorang disebut kader ialah seberapa berguna dirinya untuk organisasi dan seberapa baik komunikasinya terhadap sesama pengurus dalam organisasi. Pun kader bukan melulu soal Ketua atau Pengurus Harian (namun setiap Ketua dan PH sudah otomatis mereka menjadi kader), melainkan mereka yang selalu ikhlas membantu berjalannya kepengurusan sesuai dengan SDM yang dimilikinya.
Menjadi kader IPNU memang tidak lepas dari jenjang kaderisasi. Siapa bilang kalau kader IPNU tidak wajib megikuti Lakmud? Kalau memang tidak wajib, lantas kenapa para penggerak kaderisasi nasional repot-repot mengonsep pelatihan Lakmud?
Ada banyak hal yang tidak akan kita temukan di kelas-kelas sekolah SMA kemudian akan kita dapatkan di Lakmud. Mulai dari pengalaman diskusi sesama kader IPNU mengenai Ke-Aswajaan, Ke-NU-an, Kepemimpinan, Teknik Persidangan, dan lain sebagainya. Semakin sering kita terlibat dalam pelatihan, maka akan semakin cakap pula kita dalam berorganisasi.
Berorganisasi Jangan Setengah-Setengah. Seorang alumni IPNU pernah berkata pada saya, “Menjadi kader jangan berhenti berproses. Kalau sudah ikut Makesta, maka ikutlah Lakmud. Kalau sudah Lakmud, ikutlah Lakut. Kalau sudah demis di PAC, masuklah ke PC. Dan seterusnya,”. Selain itu, alumni-alumni juga sering memberikan arahan bahwa kalau kita sudah basah, maka jangan setengah-setengah. Kalau aktif di IPNU harus sekalian dituntaskan atau tidak usah ikut sama-sekali.
Berbagai wejangan alumni itu kemudian bertemu dengan konteksnya. Kadang sejalan dengan yang terjadi di lapangan, namun tidak jarang pula berbenturan. Akan tetapi, yang perlu kita garis-bawahi ialah: tekun dan keseriusan.
Orang akan otomatis mengakui kepandaian kita dalam berorganisasi kalau kiprah kita di organisasi memang bagus. Namun, “pengakuan” bukanlah tujuan seorang kader ketika berproses di IPNU. Semakin seorang kader ikhlas dalam berproses maka pengakuan itu akan muncul dengan sendirinya. Dan sebagai kader IPNU yang notabene ialah pelajar, maka jangan pernah takut melakukan “kesalahan”. Sebab dari memahami kesalahakan, maka seorang kader akan tahu mana yang benar.
Tidak ada alumni yang selalu benar, yang ada ialah mereka jauh lebih berpengalaman dalam melakukan dan memahami kesalahan. Sehingga bisa mengarahkan kader di masa sekarang menuju pada kebenaran. Walau pun demikian, pemikian “benar” menurut alumni belum tentu “benar” di zaman sekarang. Sebab zaman sudah berkembang. Maka selalu beradaptasi dan terus berjalan sesuai perkembangan zaman ialah sebuah keharusan bagi setiap kader yang ingin berkembang.
Oleh: Syarif Dhanurendra (Redaksi Media IPNU)